Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

The struggle is real

I always have my own preference on anything : Perfume, shoes, handbags, watch, accessories -though I am not wearing it often-, clothes even jilbab but dang! when it comes to make up my knowledge and preference would be just as good as a 6 th grade girl -or even worse you guys know how kids these days…- and it started to become a problem now because I am reaching this certain age when wedding invitation came in your name instead of your parents’ meaning both the pressure and your willing will push you to be present at the wedding, witnessing the beautiful moment of love that finally find its way, its home. But then, as it always is -having no idea when does this ‘rule’ came out- girls will need clothes, jilbab and its friends and even makeup! Those guys are really lucky that they just need to tuck in their shirt and that’s all. Well, okay these days such invitation increase as most of my collages and seniors are getting married then the need to learn how to do a proper simple m

Dek Koas : Udah siap jadi dokter, dek?

“Hah? Ini beneran dok?” percampuran rasa kaget dan bingung itu mengawang dikepala “Iya dek, beneran yaudah kamu  standby  nanti ikut cuci ya” dokternya menjawab santai, cenderung sumringah jika boleh menambahkan. Hari itu akhir minggu pertama dijalani sebagai ‘dek koas’ bedah di salah satu rumah sakit di daerah Jateng. Sembari mencuci tangan dan melakukan prosedur  aseptic  pikiran tiba-tiba membisikkan sesuatu yang membuat terbayang dengan perasaan berat dan tanggung jawab yang mengganggu diri untuk merefleksikan diri dalam tulisan ini “Saya bakal motong tangan orang???” Amputasi siang itu dilakukan kepada seorang pasien kami yang terkena sengatan listrik dengan indikasi medis sepsis untuk terpaksa kami selamatkan bagian tubuhnya yang lain, menghindarkan pasien dari kemungkinan meninggal akibat infeksi dari bagian tubuh yang membusuk akibat sengatan listrik itu. Selama operasi, dek koas yang sudah melewati stase-stase mayornya yang lain harus mengakui bahwa ini merupakan salah

Tentang Bahagia

Mendefinisikan bahagia itu bisa banyak, meskipun dibandingkan mendefinisikan menikmati dan membagikan bahagia itu jauh lebih penting adanya. Kita dianugerahi banyak bentuk kebahagiaan oleh Allah, dalam bentuk berbagai rezeki : Keluarga, ilmu, waktu, akses internet (Ha.Ha.) sebagai juga ujian diwaktu yang sama, akan kita apakan bahagia ini? Jadikan diri semakin bersyukurkah? Simpan sendiri? Lalu lihat, ada begitu banyak hal kecil sehari-hari yang sebenarnya membahagiakan ; Anak-anak bermain layangan, bapak yang menemani anaknya makan, kakek-kakek yang senyum-nyapa sepulang shalat, ada banyak. Dengan berbagai dimensi kebahagiaan yang ada, rasa-rasanya berlebihan kalau kita pundung mendung "hanya" karena beberapa hal tak berjalan semestinya. Tapi bahwa kebahagiaan sendiri sejatinya tak perlu diumbar jika tak selalu bisa kita bagikan. Bahagialah sebahagia-bahagianya, semoga ia menjadi dasar kesyukuran kita tanpa henti kepada-Nya, pengingat dihari lelah, sibuk atau h

Old-school romance

Nemu lagu ini secara ga sengaja : Penyanyinya dari Malaysia dan  liriknya.....old-school tapi super sweet. So much better than "Your body moves me" or such hahaha Terfavoritnya pas bagian "Terukir di bintang tak akan hilang cintaku padamu" auch. scwithz. Link on :  https://www.youtube.com/watch?v=SjHTJywVmAI

We should get married! Or not

Marriage. Ah, such a beautiful word bears the glory of fine sunny Sunday in the midst of rain forest together with its little magical fairy. Well, the topic of this post started as early as we finished the psychiatry department and one of my friend said “Awas jangan sampai terjebak social pressure (to marry early) loh hahaha”. Marriage is funnily enough one of most discussed topic like, why do we talk about the same thing all over again when there are actually billion things to discuss? No idea. Indonesian with our socio-culture setting has put us into somehow a situation where you kind of getting pushed to marry early just to blend in within the society norms, to fit in. You name it, family; friends; co-workers they all will ask you when you reach certain age -in most of the cases as early as 20 years old- about when will you tie the knot, that even we have jokes about this thing which became so popular. Media social has made it big as well. Thousand posts of wedding cerem

Tranquil Birthday

Around three weeks ago was my birthday. I turned 23. Like, whoa! Life’s passing so fast right? As we grow older, we human have the intention to be more serious and more mature (or at least try to haha) but sure still we cherish every single thing that can keep our soul young, we are complicated just like that, so yeah balancing life to put it easy. As this year, the morning I turned 23 after pray and all I thought to myself “So, what? What is it with being 23?” I still feel like the person I am yesterday and because things are going to be a little more challenging very soon I think it’s okay to spaced myself out for a couple of hours and think and since I am kind of nature kiddos -I feel so much at ease every time I go to mountain or beach or such- I decided that I will going to Kaliurang. For those who has no idea what kaliurang is, well is name of an area near the Merapi mountain (about merapi mountain you can google it yourself bahahaha) then that morning I went there, all

Keluarga muda on mudik and whatnot

If I could write anything about going home it is about how much I always reflect on things (but ain’t really got time for that one this time) I only go home once a year, first because it was far and expensive (taking yours truly, usually two days on normal basis) second because my medical school schedule didn’t let me to do it. So yeah, a hoorayyyy that I actually can go home! This year mudik -as waiting at the airport could be deadly boring- I took some time to make observations on those pemudik, especially all of the keluarga muda and their mudik with little baby. From my enlightening (but definitely exhausting) experience on pediatric department, babies are the kind of creature that get bored sooooo easily. So you have to have like billions things (and by things I mean toys) to keep them entertained because once they got bored they will scream and cry and roll themselves over the floor, doing whatever possible causing riot.  So for me these parents are cool (some of t

Happiness is no longer found on buying....

If there's something really different on this Ramadhan, it would be this one : Now, I realize that happiness is found on giving and not merely buying. I mean, as the years passed I feel no curiosity on shopping for myself anymore. I still do shopping but was like no, not for the Ramadhan or Lebaran. I am all fine with my old long-dress and all. That good heels can wait. I stunned myself on how for nowadays what makes me really happy is buying something for other people ; My cousins, the neighbor, everyone else but not myself. I am so happy to find that little dress or shoes for them, though during this internal department it is a bit challenging to have the time for little shopping or else. I mean, come on! Two or three years ago I will be superbly excited by the fact that there'll be discount, midnight sale and whatnot and definitely gonna buy something for myself could it be shoes (usually more than one pair), bag or clothes. Now, nah. I'll be choosing to bu

Dalam menyayangimu, Allah adalah diatas segala

“Dalam menyayangi hamba-Nya, Allah adalah Maha : Yang diatas segalanya” Bahkan kasih sayangnya melebihi kasih sayang ibumu padamu, melebihi diri sendiri kepadamu. Kasih yang mewujud nyata dalam setiap yang terjadi dalam hidupmu. Telah Ia atur segalanya dengan sebaik-baiknya sehingga tugasmu adalah Ridho dengan ketetapan-Nya sembari melakukan, menularkan kebaikan yang kau bisa. Memang lebih mudah mengetikkan Ridho dibanding melaksanakannya. Tapi bahkan dalam sujud-sujud terakhirmu berusahalah untuk meminta ampunan semisal hatimu belum lagi bisa tuk menerima karena begitulah kasih sayang-Nya Berbentuk ujian dan syukur Dan Puasa adalah sebaik-baiknya usaha kembali. Kembali kepada kefitrian di 1 syawal nanti, lalu apa artinya kembali jika kau masih membiarkan orang lain mencuri pahalamu dengan gibah? Jika ikhlasmu hanya kau sendiri yang merasakan dalam hati? Belum lagi kau wujudkan dalan tingkah. Apa artinya kembalimu kau masih memikirkan pahala dan surga hany

Aku saat kita

Perasaan, satu dari sekian misteri yang Tuhan adakan. Bukan karena semata waktu ia tumbuh namun terhadap ketulusan. Telah mencoba tahun-tahun itu sendiri. Ketika hanya peduli pada “aku” maka “kita” takkan pernah ada. Hanya tawa hampa dan kebersamaan didepan, entahlah yang dibelakang. Lalu kemudian keluh kita gaungkan, tentang betapa cinta itu tak lagi ada di dunia. Duhai, apa harus dikata untuk melakukan kita tak mau sedang hasilnya kita harapkan? Sering waktu akan timbul juga tanya itu, “Masih kau tak anggap penting cinta keluargamu?”

Favorite Writer(s)

As a dek-koas-stase-mayor, to make me feel like I have a productive weekend let me write for you, about my most favorites novelist/writer briefly. I’ve almost seven favorite writers but these two are making the first of the list. 1.        Haruki Murakami Murakami is a genius. His every pieces is so mind-blowing that you start to think about using his book to propose someone (till you realize that nobody gonna say “Yes” for such thing). After his famous work of 1Q84 I’ve fallen in love with many of his others. Truth is, I just know his work recently that I started to regret it that I didn’t start reading even earlier (remember my one month one book project?). He’s a 8.5 of 10. My favorite : Colourless Tsukuru Tazaki. (Image sources : Google) 2.        Pramoedya Ananta Toer Pram or PAT. Yeah, I know I sound like a hype-college-student who starts reading what everyone else read. But seriously, his work is smooth and incredible. It’s hard to decide whethe

(Regarde Bien!) Pesaing romantisme hujan

Di Iasi, ketika hujan siang itu Apa yang lebih romantis dibandingkan menikmati hujan dikala siang yang remang dengan secangkir kopi hangat, membaca puisi diselingi G ravity yang dialunkan J ohn M ayer perlahan? Adalah m enghabiskan waktu denganmu sayang, menatap raut wajah serius itu dari seberang meja. Diantara buku-buku yang tahu, dan dinding-dinding perpustakaan yang telah sejak lama mencoba membisikkan kerinduanku kepadamu. Aku melihatmu dari sudut mataku, saat mungkin yang terlihat dimata orang lain seperti aku sedang sangat sibuk memandangi tulisan - tulisan mengenai efek cisplatin sebagai obat kemoterapi bahan ujian minggu depan ini. Tidak. Kamu tahu berapa dosis cisplantin yang harus kuberikan setiap siklus pengobatan ini tidak akan pernah bisa lebih menarik dan membuatku bertanya – tanya dibanding tentang apa yang ada dalam pikiranmu. Bertanya tentang apa yang disembunyikan jauh dibawah lebat rambut hitammu yang baru kamu pangkas minggu lalu. Apa yang

Tentang menjadi 20 (tahun)

Dengan bertambahnya angka pada usia yang dimulai dengan angka dua, kemampuan berpikir abstrak kita rata-rata telah sampai pada proses akhir. Kita sudah dapat berpikir abstrak, mengemukakan pendapat, membentuk pola pikir. Diantara sekian banyak hal yang rasanya terus-menerus menggugah untuk dipikirkan oleh kemampuan abstraksi ini diantaranya adalah : Mau jadi apa dimasa depan. Buat sebagian orang ini pertanyaan mudah, mereka seolah telah semenjak lahir membawa gen khusus itu, kemampuan menggambar yang luar biasa, bakat atletis maupun kemahiran bercerita. Sebagian yang lain terinsipirasi orang-orang hebat dalam keahlian tertentu, ilmuwan vaksin, pemahat, penemu obat. Yang lain terpapar pada lingkungan dan segera menyadari passion -nya: Politisi, entrepreneur. Meskipun jelas dalam proses menemukan dan ditemukan itu banyak cerita dan perjuangan yang harus mereka lewati. Congratulations to all of you, who know it from the beginning what you want to do. For those who haven’t, c

Merayakan Kartini

Hai! Selamat merayakan hari kartini bagi yang merayakan! Bagi yang merayakan? Iya. Dari tahun ke tahun rasanya trend kita masih saja sama, merayakan kartini untuk debat panjang tak bersolusi. Kebanyakan mengenai posisi wanita Indonesia, bolehkah seorang wanita berkarir ataukah dia harus sepenuhnya mengurusi keluarganya? Padahal Kartini hanyalah simbol mengenai bagaimana perempuan seharusnya berpendidikan. Lalu kenapa terhadap simbol saja kita masih berdebat? Masih ada Sarinah dan Dewi Sartika, try to read about them it you are free. Anyway, this very special post is dedicated to : Ibu Siti Fadilah Supari yang bukunya baru setengah terbaca tapi sudah membuka mata, bahwa akan terus ada yang kita perjuangkan. Perjuangan panjang entah di tingkat individu, nasional maupun internasional mengenai dunia kesehatan Indonesia. “Indonesia adalah negeri budak. Budak diantara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.” – Pramoedya Ananta Toer  (Jalan Raya Pos, Jalan Daendels).

Tentang mimpi

Setelah 22 tahun hidup, pada akhirnya ada banyak mimpi yang bergelayut disana. Ada yang tergerus waktu lalu terlupa, ada yang telah tercapai meski tak pernah selesai, ada pula yang berganti haluan membentuk mimpi baru yang selanjutnya. Tapi bermimpi kan boleh saja, ia diberi tenggat waktu agar kau tahu kapan harus mencapainya.  Bermimpi tak pula sekedar yang biasa saja,  mimpi haruslah membuatmu bergetar. Bergetar ketika membayangkan kau mendapatkannya, bergetar ketika kau mencanangkannya, bergetar ketika kau menyebutnya dalam do’a, memperkenalkannya pada Sang Pemilik Segala. Bergetar hingga engkau tak tenang dalam sabarmu, untuk mengusahakannya ketika kau beranjak bangun esok hari. Karena banyak dari kita yang terlena dengan rutinitas sehingga lupa bahwa hanya diatas mimpi hidup bisa kita ikhtiarkan perubahannya menjadi lebih baik.  Dan karena mimpimu harusnya tak hanya tentangmu saja, tapi juga tentang sesama diluar sana. 13 April 2016, Yogyakarta Diantara

Tanya sore itu

Tau kau laut itu mengingatkanku akan apa? Tentang senyummu, makna tawamu yang tak berhasil kutebak itu Sehangat percikan air laut yang menerpa kakiku sore ini Mesti tak dilaut kita sendiri Ah. Laut kita yang mana pula? Tapi kau jelas kukenang Dan cerita-ceritamu tentang cita dan romantisme pergerakan Ah. Kan katamu “Torang ini ana Maluku, anana pulau kong tako aer par apa” Laut sedekat itu; Laut sejauh itu Dekat terlihat mata; Jauh pula ia dari “bisa memakmurkan rakyat” Kan kau tau laut kita kaya? Kan kau suruh aku agar tak takut pada gelombangnya? Lalu sekarang setelah semuanya, untuk apa kita jadi nelayan saja?

Dari kegiatan promotif kesehatan hingga psikologi pendidikan. Dimana kita?

Cukup kah kita belajar? On a short answer, nope. Never. Tapi bukan itu yang jadi inti dari tulisan kali ini. Akan tetapi bagaimana selama ini kita benar-benar belum cukup belajar bahkan selama berada di tempat bernama universitas itu dan menyandang predikat mahasiswa. Mahasiswa harusnya adalah terpelajar, mereka yang tercerahkan, mereka yang diharapkan akan mendorong atau entahlah, menarik negara ini keluar dari kondisinya yang selama ini konon jauh dari harapan masyarakatnya, jauh pula dari kedigjayaan masa lalunya. Benar pernyataan bahwa “Pintar secara akademik tidak berarti pintar dalam kehidupan” akan tetapi bukankah untuk pintar dalam kehidupan kita menempuh pendidikan selama ini? Dengan harapan sebagai terpelajar kita bisa belajar secara lebih terintegrasi mengenai segala aspek kehidupan? Tetapi sudahkah lembaga pendidikan kita mencerminkan semangat ini dalam pelaksanaannya? Ah. Mari mulai dulu dari diri kita sendiri. Terlepas dari berapa banyak yang kita pelaja