Langsung ke konten utama

Pulang (Bagian 1)



Musim liburan tiba!
Bagi kami, para mahasiswa pemudik tahunan pulang ke daerah asal selalu menjadi cerita tersendiri. Sebaik apa pembangunan daerah, secepat apa pertumbuhan ekonominya, sejauh apa orang-orang sudah berubah (bahkan bagi sebagian orang : mantan tersayang apa kabarnya) adalah segelintir informasi yang ingin kami ketahui diantara buncahan perasaan bahagia bertemu dengan keluarga dan teman, dan disela-sela menghabiskan setoples nastar buatan rumah. Di tempat penulis, sebuah pulau yang letaknya ratusan kilometer dari ibukota Negara ini, pembangunan bisa dikatakan baik meskipun sejujurnya, tidak cepat.

Pulau ini terletak di timur Indonesia, memiliki luas lebih dari ibukota Jakarta. Sebagai pulau yang juga bagian sah dari Indonesia, ada satu kenyataan ironis bagi pulau ini sama seperti kebanyakan pulau-pulau dikawasan timur lainnya, kami sering digeneralisir sebagai pulau miskin (hanya karena pembangunan dan perkembangan daerah ini masih cukup tertinggal). Mari diluruskan :  kami tidaklah miskin. Sama sekali tidak. Tapi dimiskinkan, lewat terbatasnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas yang dapat menciptakan sumber daya manusia handal untuk mengelola tempat ini dengan baik. Kami diputuskan untuk dimiskinkan. Kami adalah salah satu dari kumpulan kepulauan cantik yang hanya mengelola sumber dayanya secara terbatas karena kekurangan SDM. Tapi tulisan ini bukanlah berisi ratapan si anak pulau yang ditirikan pemerintah pusat, bukan pula kritikan tanpa solusi bagi para pemangku kebijakan. Tulisan ini mencoba menawarkan solusi. Kepantasannya? Akan dinilai pembaca sendiri.

Berkeliling kota kecil bernama Namlea yang merupakan ibu kota kabupaten, penulis pulang dengan satu pesan tertancap : Kita tidak bisa menunggu (sampai pemerintah pusat ‘sadar’ dan bergerak untuk membangun tempat ini) lebih lama lagi, orang-orang harus memulai menolong diri mereka sendiri. Dimulai darimana? Ada satu pepatah bagus yang mengatakan bahwa dari hal-hal kecil lah sesuatu yang besar akan terbentuk. Jadi mari mulai dengan meningkatkan akses internet di kota kecil kami ini. Ini mungkin terdengar sepele tapi ini bisa jadi salah satu jalan terhadap akses pendidikan yang lebih baik. Ada banyak keuntungan (meskipun kerugiannya juga ada tentu saja) yang bisa didapatkan dengan pengenalan yang baik bagi masyarakat akan internet, tapi setidaknya sebagai mahasiswa ada satu hal yang menjadi fokus penulis : Kurangnya akses informasi yang memadai terhadap universitas/institusi/sekolah tinggi tempat siswa tahun terakhir sekolah menengah atas akan melanjutkan pendidikannya.

Setuju dengan ide bahwa pendidikan lah yang akan membuat kita dapat membantu pembangunan daerah ini dengan lebih cepat dan efisien, meningkatkan jumlah lulusan putra-putri daerah dari universitas-universitas terbaik diseluruh negeri (bahkan diseluruh dunia) adalah salah satu jalan utamanya. Pun kondisi daerah sekarang tidak memungkinkan peningkatan jumlah ini secara signifikan karena hanya ada satu universitas disini dengan ratusan (atau mungkin ribuan) lulusan SMA setiap tahunnya. Jalan lain yang dapat diambil tentu saja dengan mengirimkan mereka untuk menuntut ilmu diluar (kata diluar disini akan merujuk diluar daerah). Hal ini sebenarnya sudah lama berlangsung, akan tetapi kejadian calon mahasiswa terlambat mendaftar di universitas yang ia inginkan atau tidak mengetahui adanya jurusan tertentu yang sesuai minatnya masih sangat sering terjadi. Pengenalan internet yang baik akan sangat membantu calon mahasiswa agar lebih dini mengetahui info mengenai kamus yang ingin ia tuju sehingga tidak tertinggal informasi apapun dan dapat mempersiapkan diri untuk ujian masuk.

Ada banyak kejadian dimana penulis maupun kawan lainnya yang telah lebih dulu melanjutkan pendidikan diluar dihubungi secara personal menanyakan kapan universitas – universitas ini (baik negeri maupun swasta) akan mengadakan ujian masuk, apa saja fakultas yang tersedia atau universitas cadangan lain apa yang bisa mereka ambil dan kapan ujian masuknya akan dilaksanakan. Terkadang ini hanya semudah itu, tetapi berapa banyak keuntungan yang mungkin didapatkan oleh calon mahasiswa dan keluarganya yang bisa mendapatkan keuntungan dari akses informasi semacam ini? Kita tidak tahu ada berapa banyak calon mahasiswa yang tidak memiliki kenalan untuk ditanyai hal-hal semacam ini, kita tidak tahu ada berapa banyak mahasiswa cemerlang yang sebenarnya memiliki kesempatan untuk melanjutkan pada universitas yang lebih baik namun terhambat masalah informasi ini? Dan ada banyak beasiswa yang bisa mereka akses hanya jika mereka punya informasi yang cukup yang dapat disediakan oleh internet. Di dunia dengan perkembangan teknologi secepat kini, baik universitas maupun pendidikan kementerian dan yayasan pemberi beasiswa lainnya telah banyak mengandalkan internet untuk menjaring calon penerimanya. Not to be a pessimist, tapi mengaharapkan informasi terbaru dari dinas pendidikan maupun pihak swasta mengenai beasiswa lewat Koran/televisi maupun media konvensional lainnya? Nah, I don’t think so.


Komentar

  1. hahaha... kren2 , beta kameren bawa brosur2 dari kampus2 dsini bagi akang di skloh2.ya bkin yg tong bisa bikinlah.Samua bataria insfatruktur, ya memang batul katong di maluku dn maluku utara butuh itu lebe2, terlebih insfatruktur di bidang pendidikan.Di sanana beta lebih memilih provokasi tamang2 mahasiswa deng pelajar supaya bikin inisiatif yang lebih dari sebelumnya di bidang pendidikan seperti, bangun remaja masjid, kase aktif pemuda desa, perpustakaan desa deng kembangkan kearifan lokal.ada tamang pung kata yang bikin beta hati tagores sampe manangis di bilang bagini: ''id, di jawa sana pendidkan bagus ee? cahh... bet orang tua susah ta seng sama deng kamong kong bisa sekolah tinggi2 sampe lia tanah jawa". b hanya bisa badiam deng seka air mata.sepele saja to? tapi menusuk skli..

    BalasHapus
  2. rasanya apa yg ktong anana maluku alami sama mmang pada dasarnya, sayangnya z smua yg su bruntung skola d jawa mau prhatikan sosodara yg masi mau skola sbenarnya, cuma z bisa. Pngaruh paham pragmatis kah, individualis kah, hedonis kah, itu smua sbenarnya bking b pnasaran hahaha. Tp daripada pnasaran sih b labe trtarik cari akang pung jln kluar. Ini mungkn jalan pnjang, sunyi tapi tar papalah, htung2 baronda to :))) hahahaha. Thanks for reading, Id.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....