Langsung ke konten utama

Resensi Buku : Indonesia Mengajar


Judul               : Indonesia Mengajar
Penulis           : Tim Pengajar Muda
Penerbit         : Bentang
Lebar             : 20,5x13cm
Jumlah hal.     : 322 halaman



            Buku ini pertama kali diterbitkan pada November 2011 dan hingga kini telah melampaui angka delapan kali cetak ulangnya. Apa yang begitu menarik dari buku ini? Bahkan, apa pula itu Indonesia Mengajar? Ini adalah karya nyata para muda Indonesia yang telah memberikan kontribusinya kepada bangsa lebih dari sekedar wacana. Para fresh graduate yang rela meninggalkan kenyamanan kota demi pengabdian yang tak ada balasannya. Indonesia mengajar sendiri adalah sebuah gerakan yang diinisiasi oleh pak Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina) dengan konsep melibatkan anak-anak muda untuk bergerak memperbaiki wajah pendidikan negeri ini.

            Kegiatan yang pertama kali dilakukan pada tahun 2010 ini (Indonesia mengajar angkatan pertama) ternyata mendapat respon yang luar biasa. Agaknya tidak berlebihan juga dikatakan bahwa masih banyak generasi muda yang peduli dengan bangsanya, yang ingin berkontribusi walaupun bukan demi jabatan, popularitas maupun harta. Adalah 11.107 orang calon pengajar muda dari 170 yang kemudian terpilih dan 51 yang akhirnya dikirimkan sebagai 'kiriman pertama', yang semua dari mereka bisa kita sebut "berbeda" karena ketika para temannya sesama fresh graduate saling berburu membangun karir, mereka justru melepas setahunnya yang berharga secara cuma-cuma, menderita mungkin iya.

            Buku ini ditulis dari tempat-tempat terindah di pelosok nusantara, di Halmahera, Bangka Belitung,  Majene dan masih banyak lagi. Ia terbagi menjadi beberapa topik yang tiap - tiap judul cerita dalam topiknya tidak berurutan satu sama lain. Isi buku menceritakan mulai dari keunikan (dan arti yang baik!) para anak didik mereka; tentang Rizki dari Tamaluppu seorang murid kelas tiga yang hampir empat bulan tidak bersekolah tetapi bisa menjawab pertanyaan matematika untuk kelas 4 dan 6, tentang Adam murid cerdas yang baru kelas 5 dan keluarganya sudah harus merantau ke Bengkalis menjadi tukang batu disana. Tentang setiap murid - murid istimewa yang mereka punya.

            Ada lagi cerita mengenai bagaimana kesyukuran dalam diri para pengajar muda yang muncul karena kondisi yang mereka rasakan selama ditempatkan untuk mengajar, mulai dari desa yang sulit ditempuh, bahan pakan yang sulit didapat sampai listrik yang hanya menyala selama 4,5 jam setiap harinya sehingga setiap malam mereka harus tidur menggunakan obor atau bahkan gelap sama sekali. Sehingga ilmu ketulusan dan syukur pun kemudian menjalari hati-hati muda itu.

            "Mendidik adalah tugas konstitusional negara, tetapi sesungguhnya mendidik adalah tugas moral tiap orang terdidik" Begitulah kata-kata yang diucapkan pak Anies Baswedan dalam prolog buku ini, bahwa sesungguhnya dengan setiap kemewahan yang dapat kita rasakan sebagai mahasiswa ada tanggung jawab besar dipundak kita untuk turut mencerdaskan bangsa, mendidik atau dapat lah kita katakan menyiram tunas-tunas muda bangsa agar ia tumbuh mekar, menghasilkan bunga yang semerbak wanginya, yang akan mengharumkan nusantara dikancah dunia.

"Setahun Mengabdi, Seumur Hidup Menginspirasi"


(NB : Buku ini juga berisi profil Indonesia mengajar, peta penempatan pengajar muda, profil pengajar muda serta lagu dan foto-foto bersama anak didik mereka)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....