Langsung ke konten utama

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku
Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik
Penulis                 : Tim Tempo
Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Lebar                     : 16x23cm
Jumlah hal.         : +178 halaman




                Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak bangsa yang belakangan sudah mulai surut, padahal kecintaan terhadap pendiri bangsa inilah salah satu pondasi untuk membangkitkan cinta kepada rakyat dan negeri kita tercinta, Indonesia.
                Agus Salim, yang lahir dan besar di Koto Gadang, Agam, Padang adalah salah satu pemain inti dalam perjuangan mendapatkan dan mempertahakan kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini dikisahkan mengenai Agus Salim dan peranannya sejak awal dalam perumusan pancasila sebagai dasar negara sampai kepada usaha meraih pengakuan De Jure pertama terhadap proklamasi 17 Agustus 1945 dari dunia Internasional yang pertama, Mesir untuk menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia.
                Cerita berlanjut ke kehidupan sehari - hari Agus Salim yang merupakan menteri luar negeri Indonesia tetapi hidup sangat sederhana bersama istri dan kedelapan anaknya di rumah yang mereka kontrak dan itupun harus berpindah-pindah. Kenyataan yang kontras mengingat jabatan yang waktu ia miliki. Leiden is Lijden bahwa memimpin adalah menderita, mengenai kalimat tersebut diplomat ini sadar betul. Kesempatan untuk hidup makmur, peluang untuk mensejahterakan keluarga, semua ditanggalkannya demi membangun bangsa.
                "The Great Old Man" adalah sebutan yang diberikan Bung Karno kepadanya. Cerita pergerakannya yang dimulai dengan perjalanan karirnya sekaligus perjalanan batinnya ditanah Arab, bergabung dengan Sarekat Islam dan menjadi orang kepercayaan H.O.S Tjokroaminoto saat itu yang kemudian melahirkan pula gerakan disiplin partai Sarekat Islam. Perjalanannya dalam menulis juga diterangkan dalam buku ini.
                Ada pula kisah mengenai kebiasaan H. Agus Salim yang berpikir kritis dan modern, yang mengajak istrinya merantau dan hidup di Jakarta selepas pernikahannya, melepaskan diri dari pengaruh adat ninik-mamak yang berlaku di daerahnya, juga kecintaannya kepada sang istri sampai akhir hayatnya. Begitupun kisah beliau dalam memandang dan memperkenalkan islam ke dunia barat, semuanya dikupas cukup lengkap didalam buku ini.

                Buku ini dapat dijadikan cerminan bagi kita Agus Salim adalah negarawan yang sebenar-benarnya cinta kepada bangsa dan rakyatnya. Bahwa kecintaan yang tulus kepada republik ini pernah ada dan akan selalu ada di tangan generasi muda yang mengenal pahlawan - pahlawannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Festival Durian Hutumuri

“Satu biji durian itu 57 kalori loh” ujar seorang teman mengingatkan via DM Instagram beberapa hari sebelum saya menghabiskan sekitar 1500 kalori king of fruit ini di Hutumuri. Siang itu jumat 6 April, saya sedang iseng jalan-jalan sendirian ke daerah Waiheru-Passo dan ga sengaja ngeliat banner bertuliskan “Festival Durian Hutumuri, 7 April 2018” Hah? Festival apa? Sebagai manusia yang lemah terhadap durian, teman-teman internship di grup Whatsapp saya kabari dengan segara dan kami lalu bersepakat, nanti setelah maghrib saya akan ngecek tiketnya dulu ke Ambon City Center lalu tandjap kita besok harinya. Ternyata begitu sampai di ACC, jreng. Loket tiketnya udah tutup. Apa-apan??! Hahaha tapi hidup mewajibkan untuk tidak mudah berputus asa punya kenalan (thanks Ninikski) dan akhirnya dapat info kalau masih boleh beli tiket on the spot . Paginya formasi yang awalnya akan berangkat berempat jadi tinggal bertiga wanita karena ada yang harus jaga IGD pagi, okelah tentu yang

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah.