Langsung ke konten utama

Masuk FK, Yakin ga salah jurusan?


Selamat malam (calon) sejawat!

            Boleh aku mengambil waktumu sebentar? Aku ingin  bercerita, menemani waktumu karena mungkin tanpa kamu sadari sepertiga pertama tahun ini telah berlalu. Sudahkah kamu dapat bercerita tentang apa yang telah kamu dapatkan dalam 90 hari ini? Kamu mungkin telah jauh berjalan, melewati hari-hari tenggelam dalam buku dan slide lecture-mu yang seperti tak ada habisnya itu. Mengikuti serangkaian kegiatan kuliah, dari satu laboratorium ke ruang tutorial lalu ke ruang laboratorium lainnya. Tapi setelah hari-hari panjang itu, pernahkah sekali kamu bertanya, ini semua untuk apa? Duhai mahasiswa,  sudah berapa lama kamu disini? Di lingkungan ini, masihkah kamu merasa asing?

            Pernah terpikirkan bahwa kamu salah jurusan? Beberapa cerita telah menggambarkan (walaupun samar) jawaban atas pertanyaan ini. Ada sejawat yang setelah do'a-do'a ia panjatkan tersadarkan dalam hatinya bahwa ini mungkin jalannya, ada pula yang bahkan setelah menjalaninya masih mempertanyakan apakah ini jalannya. Dan beruntunglah bagi mereka yang ketika sejak awal menjalani ini semua telah tahu dengan sepenuh hatinya bahwa ini adalah pilihan hidupnya.

            Tidak sedikit rasanya diantara sejawat yang memutuskan menjalani perjalanan long life learning process ini bukan karena ini adalah mimpinya, jalan hidupnya. Sekedar mengikuti keinginan orang tua bukan lah alasan yang jarang kita dengar apabila pertanyaan "kenapa milih FK?" dilontarkan.

            Tetapi apakah dengan 'dipilihkan' maka kita boleh lari dari tanggung jawab? Boleh ketika kamu telah memikirkan profesi lain untuk ditekuni ketika selesai menjadi dokter dengan kata lain tidak akan berprofesi sebagai dokter meskipun sebenarnya pilihan ini masih kurang bijak mengingat sebenarnya kursi yang sedang kamu duduki itu adalah kursi yang diimpikan anak lain diluar sana, anak yang mungkin lebih punya semangat dan lebih mau bertanggung jawab atas kursi tersebut tetapi karena berbagai alasan (mostly karena alasan ekonomi) tidak berkesempatan menikmati kursi itu.

            Then, have you ever imagine where you should be kalau bukan di kedokteran? Pernah bener-bener ngebayangin kamu menyusun laporan keuangan yang kalau salah satu saja perhitungannya, kamu harus mebgulang semuanya dari awal? Atau pasal-pasal yang harus kamu hapalkan isinya, atau kalkulus yang berarti harus berhubungan lagi dengan angka? Dan itulah yang akan kamu temui disepanjang masa kerjamu nanti. Lalu pernah kamu bandingkan dengan segala keunikan dari pasienmu yang satu dengan lainnya ketika suatu saat kamu menjadi dokter? Take your time, think twice.

            Tetapi selama kamu tidak (atau mungkin belum) memutuskan profesi lain yang akan kamu tekuni selain menjadi guardian of soul  ini maka bertanggung jawablah karena adalah sebuah kewajiban (meskipun kamu tidak menginginkannya) bagimu untuk sungguh-sungguh menjalani ini semua. Tanggung jawab dalam menjalani profesi ini sudah bukan lagi soal terima kasih dari seorang pasien. Nyawa sedang  dipercayakan dan dipertaruhkan di tangan serta isi kepalamu. Ini adalah tentang menjadi seprofesional mungkin karena kamu telah 'memilih' jalan ini sebagai jalanmu.       

            Memilih kedokteran bukan sekedar memikirkan tentang bagaimana kamu akan melalui masa depanmu nantinya, tetapi juga tentang bagaimana kamu menjalani masa mudamu kini. Masa muda yang seharusnya menjadi menyenangkan dan berkesan (karena hanya sekali dan hanya beberapa tahun) akan sayang jika dihabiskan dengan meratapi pilihan pendidikan yang telah kamu ambil bahkan ketika pilihan itu adalah karena 'keinginan orang tua'.

            Sesekali cobalah (berpura-pura) jatuh cinta pada profesi ini, dan lihatlah betapa kamu akan menikmati ini nantinya. Pun ketika kamu telah mencoba jatuh cinta tetapi ga jatuh-jatuh, tetap tenang, masa depan adalah misteri karena tidak terbatasnya pilihan yang mungkin ia tawarkan, jadi nikmatilah harimu. Sekalipun kamu mungkin akan mengap-mengap kehabisan napas ketindih buku, ada banyak hal (persahabatan, cinta, pengembangan diri) yang bisa kamu nikmati selama 'terjebak' disini. Jadi, sesekali rasanya oke saja kan, 'merasa' salah jurusan?

PS : Tulisan ini sebisa mungkin dibuat untuk mengingatkan diri agar selalu merefleksikan pilihan, dan sama sekali bukan untuk mengkritik apalagi mengadili.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak bangsa yang belakangan sudah mulai surut, padahal kecintaan terhadap pendiri bangsa inilah salah satu pondasi untuk membangkitkan cinta kepada rakyat dan negeri kita tercinta, Indonesia.                 Agus Salim, yang lahir dan besar di Koto Gadang, Agam, Padang adalah salah satu pemain inti dalam perjuangan mendapatkan dan mempertahakan kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini dikisahkan mengenai Agus Salim dan peranannya sejak awal dalam perumusan pancasi

Festival Durian Hutumuri

“Satu biji durian itu 57 kalori loh” ujar seorang teman mengingatkan via DM Instagram beberapa hari sebelum saya menghabiskan sekitar 1500 kalori king of fruit ini di Hutumuri. Siang itu jumat 6 April, saya sedang iseng jalan-jalan sendirian ke daerah Waiheru-Passo dan ga sengaja ngeliat banner bertuliskan “Festival Durian Hutumuri, 7 April 2018” Hah? Festival apa? Sebagai manusia yang lemah terhadap durian, teman-teman internship di grup Whatsapp saya kabari dengan segara dan kami lalu bersepakat, nanti setelah maghrib saya akan ngecek tiketnya dulu ke Ambon City Center lalu tandjap kita besok harinya. Ternyata begitu sampai di ACC, jreng. Loket tiketnya udah tutup. Apa-apan??! Hahaha tapi hidup mewajibkan untuk tidak mudah berputus asa punya kenalan (thanks Ninikski) dan akhirnya dapat info kalau masih boleh beli tiket on the spot . Paginya formasi yang awalnya akan berangkat berempat jadi tinggal bertiga wanita karena ada yang harus jaga IGD pagi, okelah tentu yang

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah.