Satu tahun akan dengan segera berlalu
meninggalkan kita. Satu tahun pertama
bagi adik-adik 2013 sebelum tahun-tahun berikutnya yang
panjang membentang. Berlalunya semester ganjil tahun ajaran dan segera, semester genap ini seharusnya menambah ilmu kita.
Bukan hanya sekedar ilmu yang berkaitan dengan learning objektif per blok atau
SKS saja. Lebih dari itu ada ilmu yang harus juga kita sadari seiring
bertambahnya masa studi yang sudah kita lalui sebagai mahasiswa di sekolah
lanjutan yang biasa disebut universitas ini. Ilmu tentang
berbagai hal, salah satunya mengenai seberapa jauh sebenarnya kita mengenal
sebuah Universitas.
Kata universitas berasal dari bahasa Latin universitas magistrorum et scholarium, yang berarti “komunitas guru
dan akademisi”. Universitas sebagai komunitas akademisi memiliki salah satu fungsi
tempat ilmu pengetahuan terus dikembangkan dan dijaga kebenarannya. Universitas
bertugas menjaga nyala api pengetahuan agar terus menyinari dunia dengan
kebermanfaatannya. Universitas juga dapat diartikan sebagai tempat dimana
perbedaan disatukan dan dikolaborasikan untuk mengahsilkan terobosan pemikiran
yang terintagrasi dalam harmoni. Sayangnya, dewasa ini kondisi yang ada
tidaklah seperti yang seharusnya. Universitas yang kita kenal telah berbeda, bahkan mungkin banyak dari kita yang tidak
benar-benar menyadari arti universitas ini sendiri.
Lalu, dengan apakah harmoni itu dapat kita capai? Kalimat kuncinya adalah "menghilangkan ego program studi". Mungkin sebagian dari kita menjalani masa pendidikan yang lokasi tiap-tiap fakultas maupun program studinya tidak secara keseluruhan ditempatkan dalam satu ruang lingkup. Tetapi bahkan pada universitas yang antara fakultas satu dan lainnya saling berdekatan pun tidak jarang kita jumpai batas-batas antar fakultas yang ditampakkan secara fisik dengan tembok-tembok tinggi seolah-olah tiap fakultas ingin menjaga ilmunya agar tak ‘lari’ menampakkan kekakuan dan kebanggaan (yang kadang dapat menjadi keangkuhan) masing-masing. Mahasiswa antar fakultas tidak banyak yang saling mengenal, membuat ‘pembumian’ solusi dari berbagai disiplin ilmu menjadi asing karena tak pernah diperkenalkan sejak waktu emas berpikir ini.
Adanya universitas seharusnya dapat menjadi tempat solusi diintegrasikan oleh para spesialis secara utuh karena kompleksitas suatu permasalahan dalam realita telah menunjukkan bukti bahwa ia tidak dapat diselesaikan secara sepenuhnya apabila hanya dilakukan oleh satu sudut pandang keilmuan saja.
Langkah awal yang dapat dilakukan setidaknya adalah dengan membumikan kelompok-kelompok pengkajian ilmiah yang sifatnya interdisipliner. Kelompok ini diharapkan dapat memasyrakatkan gagasannya melalui prose komunikasi efektif baik dalam bentuk diskusi maupun tulisan ilmiah. Hal yang mungkin belum begitu lazim memang dalam budaya bangsa Indonesia, bahkan dikalangan mahasiswanya sekalipun tetapi kelaziman ini telah lama dikenal dunia barat. Tapi begitulah, sudah seharusnya kita tidak alergi terhadap suatu perubahan bukan?
Memang dalam
realita peran pendidik belum terlalu terlihat tetapi karena itulah komunikasi
juga harus selalu dibentuk dengan harapan pendidik akan dapat memainkan
perannya memperkenalkan realitas sosial yang kompleks agar dapat menjadi
stimulasi bagi mahasiswa untuk menjadi problem solver yang terspesialisi dan
terintagrasi pada suatu masalah secara keseluruhan dan tidak hanya terfokus dan
mengotak-ngotakkan diri dalam bidang keilmuannya saja. Karena pergerakan yang
bersifat kolektif dan tersinergi menghasilkan efek lebih bermakna daripada yang
terpisah - pisah.
Komentar
Posting Komentar