Langsung ke konten utama

Hari Tanpa Tembakau Sedunia : Bolehkah kami egois karena kami peduli?


Tanggal 31 Mei ini, entah ingat atau tidak adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia atau dikenal juga dengan istilah World No Tobacco Day (WNTD). Ada apa yang menjadikan hari ini begitu special? Apakah karena hari ini adalah hari tanpa tembakau lalu dalam setahun hanya sehari ini saja kita menjauhkan tembakau dan sisa 364 hari selanjutnya kita hidup berdampingan dalam harmoni dengan ribuan racun ini? Tentu saja tidak. Hari ini diperingati agar gaung pergerakan yang bertujuan untuk menyadarkan bahaya rokok ini terdengar lebih keras, itu saja.

Peringatan WNTD ini cukup populer dikalangan mahasiswa kedokteran. Mengapa? Merokok memiliki hubungan dekat dengan kanker, penyakit jantung dan berbagai macam penyakit lainnya, hal yang disadari oleh para tenaga kesehatan dan membuat mereka peduli. Sayangnya meskipun demikian tidak banyak perokok yang menyadari secara sepenuhnya bahwa dirinyalah yang akan menderita dan dirugikan secara langsung oleh benda yang satu ini. Kalau perokok tidak terlalu peduli dengan kesehatan mereka sendiri, maka ada baiknya mereka mempertimbangkan ini : Merokok secara ilmiah juga terbukti merugikan orang-orang yang tidak merokok yang baik secara sengaja maupun tidak terpapar asap rokok (biasa disebut passive atau secondhand smoker ). Mereka yang tidak merokok ini juga beresiko tinggi mengalami berbagai penyakit, termasuk salah satunya kanker payudara. Relakah kamu jika ibumu, adik perempuanmu, pacarmu, temanmu terancam berbagai penyakit mematikan itu, hanya karena batangan dengan nikmat sekejap itu?

Secara segi kesehatan merokok sama sekali bukanlah hal yang menguntungkan, tidak mengherankan dokter biasanya menyarankan untuk berhenti merokok. Banyak dari tenaga kesehatan yang merasa bahwa belum sadarnya masyarakat Indonesia akan bahaya rokok ini adalah kenyataan yang sangat menyedihkan. Dilihat dari sisi ekonomi, sebenarnya semakin banyak jumlah perokok artinya semakin banyak pasien yang akan datang berobat (secara tidak langsung semakin banyak pemasukan bagi dokter dan petugas kesehatan lainnya) tapi toh mereka tetap menyarankan untuk berhenti walaupun terdengar egois, ini hanya karena mereka peduli.

Mengajak untuk berhenti memang bukanlah hal yang mudah, berbagai sanggahan dihadirkan oleh mereka yang membela senjata mematikan ini, termasuk melalui argumentasi jumlah pendapatan negara. Pendapatan Indonesia dari pajak rokok memang terbilang tidak sedikit, 50T kurang lebihnya. Tapi pernahkah kita bandingkan dengan berapa pengeluaran negara akibat rokok? Angkanya mencapai kisaran 250T. Dengan kenyataan seperti ini, tak bolehkah kami egois meminta para perokok berhenti?

Selanjutnya, haruskah kita berdiam diri saja dan mengutuki? Berbicara mengenai penanganan masalah rokok ini banyak yang akhirnya berakhir pada argumen “selesaikan saja lewat regulasi”. Perbincangan regulasi rokok ini sayangnya, kadang hanya akan menghabiskan berjam-jam waktu dalam berbagai perdebatan yang bisa saja tanpa solusi. Secara singkatnya, kondisi Indonesia lagi-lagi dihadapkan pada berbagai peraturan tanpa implementasi. Psikologis dan kebiasaan masyarakat adalah salah satu tantangannya. Apa yang dibutuhkan? Pendekatan dari berbagai sisi, bukan sekedar kegiatan promotif kesehatan secara umum saja (walaupun andilnya tetap saja penting). Pendekatan dengan penyesuaian terhadap adat istiadat setempat dan bersifat spesifik terhadap tiap  daerah adalah sebuah kebutuhan dibandingkan sekedar mengimplementasikan berbagai peraturan yang bersifat general semata. Pendekatan yang jelas-jelas membutuhkan kerja tim interdisipliner, kepedulian bersama dari semua sisi.


Dan meskipun ini hanya cerita satu sisi, tapi bolehkah kami egois (dan mengajak kalian juga!) karena kami peduli?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....