Langsung ke konten utama

Perayaan hari pattimura


Minggu sore, 8 Juni 2014 XT Square Yogyakarta dipenuhi oleh banyak pria dan wanita, berbicara khas dengan “beta” dan “ose”. Para pemuda-pemudi ini berkumpul dalam rangka perayaan peringatan hari pattimura yang ke-197. Hari pattimura, sudahkah teman-teman tau mengenai lelaki yang gambarnya terpampang membawa golok di lembar uang seribu rupiah itu? Pattimura adalah pahlawan asal Maluku yang melawan penjajahan Belanda dan mati di usia yang tergolong muda karena radikalitasnya.

Hari Pattimura sebenarnya jatuh pada tanggal 15 Mei akan tetapi karena berbagai hal perayaannya oleh warga Maluku di DIY terpaksa ditunda. Perayaan hari Pattimura ini diselenggarakan dengan tujuan terus menyalakan api semangat pemuda Maluku terutama yang berdomisili sementara di Yogyakarta untuk terus membangun daerah asal mereka tersebut .

Perayaan hari Pattimura ini selalu diperingati setiap tahunnya oleh orang-orang Maluku baik di Maluku sendiri (acara biasanya berpusat di Ambon) maupun di luar Maluku. Acara dimulai sekitar pukul enam tiga puluh dengan kata sambutan dari sesepuh IKPM Maluku (Ikatan Pelajar Mahasiswa Maluku) di Yogyakarta dan dilanjutkan dengan pembakaran obor pattimura secara simbolis. Obor yang dinyalakan merupakan representasi dari obor yang dulu dinyalakan pattimura di Gunung saniri, tempat ia bertemu dengan para kapitan lain seperti kapitan pulau saparua, ambon, seram haruku dan nusa laut membicarakan mengenai pertemuan Duurstede. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai ikatan pelajar kabupaten-kabupaten di Maluku. Diperkirakan sekitar 300 orang hadir dan membanjiri ruang pertemuan di XT Square ini.

Acara ini dimeriahkan juga oleh Bung Yopie Latul (penyanyi kawakan asal Maluku) yang menyanyikan lagu ‘Maluku Panggel Pulang’ dan ‘Ambon Manise’. Kehadiran penyanyi yang terkenal dengan lagu ‘Poco-poco’ ini disambut meriah oleh pada undangan, bahkan ketika menyanyikan Nantikan Beta Maluku, Bung Yopie sempat mempertontokan kemampuan Rap-nya yang mengundang tepuk tangan hadirin sekalian.

Perayaan tahun ini di Yogyakarta, yang dikemas melalui pagelaran music dan tari ‘Maluku Tempo Dolo’ ini menampilkan berbagai jenis tarian traditsional khas Maluku, Maluku utara dan NTT. Tarian pembuka adalah tarian lenso yang dibawakan dengan tempo sedang. Setelah itu tarian perang yang dibawakan para lelaki dimulai disajikan dengan sangat bersemangat dengan golok, tombak dan peralatan memanah yang diperagakan dengan sangat apik. Dalam tarian ini diceritakan mengenai pemuda yang memimpin perang dengan satu pemimpin yang berada ditengah sebagai pemberi komando. Lalu ada pula tarian Katgesi (Sorry If I’m wrong- I can’t hear the name clearly, actually) yang menggambarkan para muda mudi, celebrating their youth dengan tempo yang cepat dan bersemangat dalam formasi berpasang-pasangan. Tarian ini terinspirasi dari tarian yang dibawakan noni dan tuan Belanda pada masa penjajahan. Pakaian yang mereka kenakan pun menarik seperti layaknya pakaian orang londo dengan dominasi warna merah dan putih.

Ada juga pembacaan puisi oleh adik kita Aldhy dengan penuh semangat. Selain itu tak lupa tarian ‘Bambu Gila’ sebagai salah satu tarian paling terkenal dari ambon juga ditampilkan. Diharapkan dengan diselenggarakannya acara ini, memacu semangat persatuan orang Maluku terutama kaum mudanya serta menginspirasi mereka untuk selalu ‘berjuang’ layaknya kapitan pattimura.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....