Langsung ke konten utama

Pemimpin Peduli Kesehatan : Sudahkah Menjadi Prioritas?


Pemilu sudah tinggal satu bulan lagi. Sudahkah kalian membedah visi misi calon presiden pilihan yang akan kalian pilih tanggal 9 Juli nanti? Dari sekian banyak kriteria capres ideal ; Kejelasan visi misi, tegas, mengusung ekonomi kerakyatan, kuat mempertahankan kedaulatan negara, menjunjung tinggi toleransi dan banyak lagi, pernahkah kalian mempertanyakan dan mempertimbangkan untuk memilih presiden yang peduli kesehatan?

Mari abaikan sebentar Communicable Disease yang sudah membabak belurkan negeri ini karena dalam beberapa tahun kedepan, Non Communicable Disease atau penyakit tidak menular (penyakit jantung, diabetes, kanker, dkk) diproyeksikan akan meningkat pesat di Indonesia. Lagi – lagi  WHO pada 2011 menimpulkan 60% kematian di Inonesia disebabkan oleh penyakit jantung, stroke, hingga kanker padahal dalam penangannya penyakit-penyakit ini membutuhkan pembiayaan yang besar (secara prosedur tergolong sulit dan mahal serta pengobatannya yang harus dilakukan dalam jangka waktu lama).

Pemimpin harus peduli untuk menjalankan kebijakan kesehatan secara keseluruhan karena sulit mengharapkan pembangunan negara dapat berjalan secara optimal ketika rakyatnya sakit-sakitan. Contoh keseriusan pemimpin sendiri dapat dilihat dari setidaknya dua indikator yakni aspek anggaran dan kebijakan penempatan sumber daya bidang kesehatan. Seberapa banyak yang mereka alokasikan dan apakah itu telah menjadi prioritas dalam rancangan pembanguan mereka dalam lima tahun kedepan, karena pembangunan kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dari kebijakan politik pembangunan negara. Keseriusan ini dapat terlihat setidaknya melalui penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan kualitas pelayanan dan manajemen (melalui peningkatan kualitas pendidikan secara general dan pendidikan kesehatan secara spesifik), serta peningkatan ketersediaan infrastruktur dan pemerataan fasilitas kesehatan.

Selama ini anggaran kesehatan negara hanyalah 3% dari APBN atau berkisar 48 Triliun rupiah yang sebagian besar digunakan untuk kuratif dengan total penduduk Indonesia sebanyak 240 juta jiwa! Investasi pada kesehatan memang bukan hal yang hasilnya dapat dilihat dalam sekejap, hitungan puluhan tahun mungkin harus kita tunggu but it always worth it. Negara-negara maju di Asia baik Jepang, Korea Selatan, Singapura mereka telah menunjukkan hasil dari apa yang mereka tuai dari berinvestasi pada aspek kesehatan dan pendidikan.

Tambahan lainnya adalah pengambilan kebijakan yang pengiimplementasiannya akan memberikan efek baik kepada kesehatan terutama sebagai tindakan preventif seperti kebijakan kawasan rumah, sekolah dan kampung bebas rokok dan narkoba, kebijakan pengaturan pembangunan sehingga ruang terbuka hijau dapat semakin banyak, pembuatan daerah resapan air yang cukup, pembuatan kebijakan  car free day dan aktivitas olahraga rutin, serta edukasi dan menstimulasi masyarakat agar sadar terhadap kesehatan dan secara aktif berpartisipasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....