Langsung ke konten utama

Melihat Alternatif

I am no-one’s philosopher, but I think life possess many great questions for us to ponder about. 

Salah satu pertanyaan yang selalu muncul adalah: Apakah kenyataan hidup ini hanya demikian adanya? Atau ada alternatif hidup lain; cara berpikir dan berbuat lain?

Alternatif secara luas diartikan sebagai satu atau lebih hal yang ada sebagai pilihan lain. Pertanyaan mencari alternatif ini muncul sebagai hasil kekecewaan terhadap diri karena tahun ini, sayangnya, seperti dua tahun berturut-turut tahun ini pun target membaca juga tidak tercapai. Tentu sangat mudah membuat alasan kenapa hal ini terjadi, tapi bukanlah itu bahasan kali ini. Pertanyaan yang timbul justru, ada apa dengan kekecewaan tidak tercapainya target ini? Kenapa membaca menjadi sesuatu yang bukan hanya dinikmati namun juga sesuatu yang rasanya penting?

Membaca, mungkin terlihat sebagai kegiatan yang “membosankan” didunia dengan kehadiran social media yang setiap harinya membombardir kita dengan hal-hal yang menarik perhatian. Tapi membaca memberikan kesempatan untuk melihat alternatif jalan hidup dan cara pikir yang lebih mendalam, menjelaskan hal-hal yang tidak sempat terjelaskan lewat video tiktok ataupun youtube.

Tentu dengan adanya kesibukan hidup sehari-hari, hanya ada sedikit ruang untuk memikirkan hal ini. Tidak ada yang bisa disalahkan untuk itu, mengingat permasalahan sehari-hari memang menuntut banyak perhatian dan tenaga untuk diselesaikan. Menjadikan pemetaan tentang apa-apa yang bisa dicapai dan direncanakan menjadi sebuah kemewahan dibanding menyelesaikan permasalahan membayar biaya sewa rumah atau uang SPP anak. Mungkin ini ada hubungannya dengan inekualitas, keterbatasan ruang mental untuk merencanakan kehidupan dimasa depan karena adanya urusan-urusan mendesak yang perlu diselesaikan saat ini. But I am not an economics or poverty expert, so I will stop myself here.

Sebaliknya, ini adalah tumpahan pikiran ringan yang tujuan utamanya justru ingin merapikan isi pikir itu sendiri. Mengetahui alternatif memberikan kesempatan untuk membayangkan scenario yang berbeda dalam hidup, memperluas kemampuan menghadirkan solusi yang lebih kreatif dan menyesuaikan konteks, serta memberi kemampuan memahami sudut pandang lain. Tak melulu semua perlu bekerja dengan satu cara, hidup sayangnya terlalu kaya untuk pikiran kita yang hanya satu ini.

Belajar mencari dan melihat alternatif dalam kapasitas personal kiranya bisa membantu menjadikan pribadi yang tidak terburu-buru menilai, yang mampu memahami bahwa ada banyak kenyataan dan cara hidup orang lain. Secara professional, ia juga memberikan kita ruang melihat penyelesaian atas permasalahan yang perlu kita selesaikan. Pun secara sosial, alternatif mengizinkan kita untuk membayangkan kehidupan masyarakat yang berbeda; yang lebih adil, egaliter, dan memperlakukan semua memanusiakan manusia.

Ternyata membaca buku, bersekolah ke LN dan segala yang sudah dilakukan dan dipilih dalam hidup adalah mengkumpulkan alternatif untuk menyiapkan kita menyelesaikan masalah-masalah yang akan kita hadapi dimasa mendatang. Wow to live a life.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak bangsa yang belakangan sudah mulai surut, padahal kecintaan terhadap pendiri bangsa inilah salah satu pondasi untuk membangkitkan cinta kepada rakyat dan negeri kita tercinta, Indonesia.                 Agus Salim, yang lahir dan besar di Koto Gadang, Agam, Padang adalah salah satu pemain inti dalam perjuangan mendapatkan dan mempertahakan kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini dikisahkan mengenai Agus Salim dan peranannya sejak awal dalam perumusan pancasi

Festival Durian Hutumuri

“Satu biji durian itu 57 kalori loh” ujar seorang teman mengingatkan via DM Instagram beberapa hari sebelum saya menghabiskan sekitar 1500 kalori king of fruit ini di Hutumuri. Siang itu jumat 6 April, saya sedang iseng jalan-jalan sendirian ke daerah Waiheru-Passo dan ga sengaja ngeliat banner bertuliskan “Festival Durian Hutumuri, 7 April 2018” Hah? Festival apa? Sebagai manusia yang lemah terhadap durian, teman-teman internship di grup Whatsapp saya kabari dengan segara dan kami lalu bersepakat, nanti setelah maghrib saya akan ngecek tiketnya dulu ke Ambon City Center lalu tandjap kita besok harinya. Ternyata begitu sampai di ACC, jreng. Loket tiketnya udah tutup. Apa-apan??! Hahaha tapi hidup mewajibkan untuk tidak mudah berputus asa punya kenalan (thanks Ninikski) dan akhirnya dapat info kalau masih boleh beli tiket on the spot . Paginya formasi yang awalnya akan berangkat berempat jadi tinggal bertiga wanita karena ada yang harus jaga IGD pagi, okelah tentu yang

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah.