Langsung ke konten utama

Keterima Beasiswa Pemerintah Australia (AAS) intake 2020 – Bagian 1


Halo! Lama banget ga update blog tau-tau udah akhir tahun aja.

Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah, beberapa bulan yang lalu saya berhasil mendapatkan beasiswa dari pemerintah Australia melalui skema Australia Awards Scholarship (AAS) dan In shaa Allah akan melanjutkan pendidikan S2, Master of Public Health di The University of Melbourne. Jadi, mau sedikit berbagi cerita ya!



Kenapa ngelanjutin S2?
It might sounds cliché, tapi berasal dari pengalaman sebagai mahasiswa kedokteran dan penyedia layanan kesehatan, saya menyadari bahwa pelayanan yang saya berikan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan kesehatan, dan meningkatkan kesehatan di hilir saja dengan mengobati pasien yang sakit tidaklah cukup jika target kita adalah meningkatkan taraf kesehatan rakyat. Sewaktu magang sebagai asisten peneliti di PKMK FK UGM saya menyadari bahwa kemampuan saya masih kurang, ada disparitas ilmu pengetahuan terkait public health yang saya miliki. Terutama mengingat public health hanya memiliki sedikit bobot SKS semasa perkuliahan. Selain itu, saya percaya bahwa pasien yang datang sebenarnya menggambarkan akibat dari proses yang terjadi di sektor lain entah wabah diare yang berasal dari permasalahan sanitasi maupun stagnannya angka kematian ibu yang berasal dari prevalensi anemia yang tinggi. Saya tertarik dan ingin berkontribusi memperbaiki hal tersebut.

S2 sama ga sama spesialis? Setelah lulus nanti gelarnya apa?
Beda. Ini sama aja kayak pendidikan master pada umumnya, yang akan ditempuh dalam waktu 1,5-2 tahun. Setelah lulus in shaa Allah gelarnya MPH atau Master of Public Health.

Kenapa di luar negeri?
Sistem pembelajaran dan inovasi yang sudah dilakukan oleh negara-negara maju adalah alasan saya memilih menempuh Pendidikan di luar, bagaimana negara-negara diluar berhasil mengkolaborasikan berbagai sektor untuk bisa bekerja meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat mereka secara menyeluruh. Negara bagian tempat saya akan melanjutkan Pendidikan misalnya memiliki angka vaksinasi 95%. Selain itu kultur pembelajaran di luar negeri terutama di negara barat yang mengemukakan kemampuan berpikir kritis dan kemandirian untuk dapat berpikir sendiri juga merupakan salah satu alasan kenapa saya memilih ke luar negeri. Mempelajari ilmu dan kemampuan untuk mengkritisi dengan ilmu yang dimiliki.

Kenapa Australia?
Sistem Pendidikan S2 disana memberikan kesempatan 2 tahun untuk program master yang berarti bisa lebih banyak mengeksplorasi baik Pendidikan dan pengalaman lain, berbeda dengan Inggris misalnya yang programnya hanya satu tahun. Alternatif lain yang saya inginkan adalah Swedia, tapi kebetulan belum berjodoh. Pun ibu restunya di Australia, mungkin karena dulu anaknya pernah dilempar kaleng karena berjilbab di salah satu negara di Eropa jadi agak deg-degan mau ngirim anaknya ke Eropa lagi haha. Terpikir juga bahwa mungkin karena restu ibu, akhirnya dimudahkan di Australia.

Kenapa AAS?
AAS termasuk beasiswa yang terkenal generous terhadap penerimanya. Bahkan pertama kali membaca ketentuan bahwa kampus kita akan dicarikan oleh pihak AAS dan tidak harus mencantumkan Letter of Acceptance (LoA) dari kampus saya sempat tidak percaya. Selain itu AAS juga membantu pengurusan visa, surat keterangan sehat hingga pembekalan Bahasa dan akademik.
Sebelumnya berencana akan daftar AAS tahun depan aja, sampai suatu hari, sama mas Arul dibilangin “Lah, daftar aja emang pasti keterima tahun ini?” Lah iya juga?! kenapa optimis banget bakal keterima ya, padahal mungkin tahun ini baru daftar tapi keterimanya kapan-kapan. Akhirnya daftar, Alhamdulillah rezekinya dan keterima. Thanks mas Arul!

Prosesnya daftar AAS gimana?
Jadi beasiswanya dibuka tiap tahun, biasanya sekitar bulan maret-april secara online dengan melengkapi beberapa persyaratan. Menariknya AAS tidak mensyaratkan LoA dari kampus untuk bisa mendaftarkan diri karena oleh pihak AAS sendiri akan membantu untuk mendapatkan LoA apabila kita sudah menjadi penerima beasiswa. Setelah proses seleksi administrasi ada proses interview dan IELTS sekitar bulan Juli. Biaya IELTS ditanggung pihak AAS (super senang) pun transportasi ke tempat interview bagi berdomisili di luar kota (Misal dari Blitar ikut interview ke Surabaya). Tahun 2019 ini dari 6071 pelamar seleksi administrasi yang berhasil lolos ada 438 orang. Selanjutnya dari 438 orang itu akan diseleksi dalam proses interview menjadi 250 orang yang dinyatakan menjadi penerima beasiswa atau awardee. Pengumuman sendiri biasanya berkisar di akhir bulan Agustus.

Data pendaftar AAS 2019


Setelah keterima?
Setelah keterima, aka nada Pre-departure training (PDT) berdasarkan nilai IELTS. Ada yang 7 minggu (termasuk saya) ada yang 9 minggu, 4.5 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Selama PDT juga akan ada University info day yang ngundang representative dari pelbagai universitas di Australia dan pre-departure briefing (PDB) untuk menjelaskan sekilas proses administrasi untuk keberangkatan. Selesai PDT akan ada pengurusan visa (yang dibantu pengurusannya oleh AAS! Yeay!) dan persiapan pribadi menunggu keberangkatan. Saya sedang ada dititik itu sekarang, nunggu visanya jadi sambil mempersiapkan ini itu.

Sekolah terus, kapan nikah?
Kalau ga sabtu ya minggu. Mohon do’a baiknya aja ya! (Ini sembari mencari, in shaa Allah, semoga dimudahkan. Aamiin)

Oke, segitu dulu nanti disambung lagi soal gimana proses seleksi beasiswanya dan bisa ga lulus IELTS tanpa les? (Oh, tentu bisa. Kan ada internet!)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....