Langsung ke konten utama

Chop and Talk!


Hello!
Jadi di postingan ini akan cerita mengenai project-oenyoeh “Chop and Talk” sama medisa* nih.



Apa itu Chop and talk?
Secara translate-an berarti memotong dan ngobrol. Ini adalah project kumpul sembari masak, makan dan ngobrol demi memanfaatkan sebaik-baiknya waktu a’la dek koas.

Kenapa ada ide bikin beginian?
Ide bikin project ini muncul ketika selesai baca sebuah buku dan ngerasa “Damn, I too far from good. Tapi kerjaannya cuma maen sana-sini” jadi ceritanya ini sekaligus melatih kemampuan menjadi perempuan (dan manusia) yang lebih baik. Nah sebagai seorang perempuan (yang suka makan dan ngobrol) yang sedikit bisa masak sekaligus koas (yang berarti punya waktu terbatas untuk kehidupan sosial HA-HA) jadilah kepikiran untuk ngegabung-gabungin ini-itu untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya : Masak dan kumpul.

Ngapain aja sih?
Belanja bahan masakan sekaligus masak. Disela-sela mengupas bawang dan kentang atau nungguin rebusan spaghetti itulah waktu-waktu kita ngobrol. But let me make this clear : Ngobrol bukan ghibah a.k.a gosip. Kebetulan kita berdua setuju kalo ngomongin orang itu tidak membawa keuntungan buat kita (kecuali kayak : Eh konsulen itu?? Ya ampun hati-hati aja! Pake bajunya harus matching! Hahaha) jadi kita memutuskan buat mengobrol. Ngobrolin apa? Pada dasarnya apa aja. Tetapi sebagai 20’s yang udah memasuki masa-masa genting mempersiapkan hidup (ha-ha-ha) obrolan biasanya dengan sendirinya bergeser ke arah itu : ngomongin masa depan.

Ini rutin ga?
Karena kami berdua sama-sama koas dengan tingkat kesibukan stase yang berbeda jadinya akan dilakukan setiap 3 atau 4 minggu. Agak jarang tapi semoga tetap konsisten.


Jadi itu sedikit perkenalan tentang Chop and Talk.
Nah, tanggal 8 agustus kemaren kita memulai project unyu ini dan bikin acara makan-makan selametan ulang tahun kita berdua sama beberapa temen. Masakannya cukup variatif dan konon lumayan enak (entah beneran enak entah mereka mencoba menghibur). Resepnya ada di postingan berikutnya ya!



Sebagian hasil masakannya :3 (sumber foto : Bosco)



Yang menjadi bahan obrolan (talk) kali ini adalah mengenai domisili di masa depan. Sebagai tenaga kesehatan pertimbangan “mau kerja dimana?” menjadi banyak. Beberapa hal diantaranya :

Sekolah anak

Ga bisa dipungkiri dengan adanya anak dimasa depan, hidup berpindah-pindah atau menetap perlu juga mendapat pertimbangan : Anak mau sekolah dimana? Aku prefer anakku SD-SMP ditempat yang mungkin agak terpencil tapi dia bisa main banyak, kenal alam dan lingkungan. Bukan main ipad di indoor atau nge-mall. Aku pengen anakku bisa ke hutan, berenang di laut dan bisa kuajakkin ngitungin bintang sesekali. Disa pengen anaknya bisa dapat pendidikan terbaik sejak dini dengan pilihan anaknya bisa aktif ikut les renang atau piano atau lainnya.

Kesempatan menuntut ilmu
We are the so called : long-life learner. Pembelajar seumur hidup yang bisa banget ngerasain masa-masa haus ilmu (dan memang butuh untuk selalu update) dan kenyataan yang cukup ironis tapi ga bisa dihindari : Ilmu numpuknya dikota-kota besar. Ilmu kedokteran sendiri per tahunnya bisa mengeluarkan sampai ratusan penelitian dan senior-senior cerdas biasanya akan jadi dosen universitas ternama jadi kesempatan untuk tetap update ilmu menjadi cukup sulit apabila daerah tempat mengabdi terlalu terpencil.

Kerjaan
Beban kerja dan timbal balik yang didapatkan juga termasuk dalam factor yang mempengaruhi ketika harus memutuskan mau kerja dimana. Beban kerja yang menyita terlalu banyak waktu dengan timbal balik yang tidak seimbang jelas tidak baik tetapi beban kerja yang kurang “menantang” kemampuan berpikir pun tidaklah ideal.

Kualitas hidup
Sekali lagi menjadi tenaga kesehatan bukan alasan untuk mengabaikan hidup. Bagaimanapun setiap tenaga kesehatan memiliki hak untuk memilih dan memiliki hidup yang berkualitas bagi mereka dan keluarga masing-masing, hidup berkualitas yang membahagiakan dan melengkapi. Jadi, kualitas hidup sama sekali tidak sepele ketika mempertimbangkan daerah tempat nanti akan mengabdi. Tidak meminta yang metropolitan tapi setidaknya yang memenuhi dan menentramkan.

Itu tadi setidaknya beberapa hal yang biasanya menjadi pertimbangan ketika menjadi seorang tenaga kesehatan dan soal project Chop and Talk-nya. Hidup berjalan dengan cepat juga rupanya, memanfaatkan waktu terima ga terima harus sebaik-baiknya dan semoga ini juga termasuk didalamnya ya!



*Mahasiswa tahun keempat FK UGM. Info cek IGnya : @me_disa

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku - H. Agus Salim

Resensi Buku Judul                     : Agus Salim - Diplomat Jenaka Penopang Republik Penulis                 : Tim Tempo Penerbit              : Tempo KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Lebar                     : 16x23cm Jumlah hal.         : +178 halaman                 Buku ini adalah salah satu dari sekian seri buku Tempo Bapak bangsa yang diterbitkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini oleh pihak Tempo. Buku ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa kecintaan kaum muda kepada para bapak ban...

The six months update (kind of)

Hi there,  It’s your R1-going-on-R2 here. HAHAHA. Dang.  I was looking at my phone wallpaper today, of Janik Sinner smiling from ear to ear, lifting the Australian Open trophy. The joy in his face was so pure, the excitement like he never imagined he would win a Grand Slam. Before it hit me, it was only six months ago. Yet, January and the beginning of this journey seem very distant. It feels like I have been here for at least a year and a half, yet the novelty and adapting keep happening. So, when the newest batch was getting welcomed, I couldn't help but think to myself, 'Really? That fast?' You see, the residency system relies on the continuity of knowledge passed through independent study, bedside teaching with attendings, and from senior residents to us, the juniors. But in all honesty, though the last six months have been packed for me (and except for the wittiness, the athletics, and the know-how), I am not sure I have enough clinical knowledge to pass on to these 1...

Setelah koas - Sepenggal 15210

Tuhan selalu memberikan jawabannya dengan cara yang terbaik : Masih keinget banget rasanya deg-degan sebelum pengumuman grup koas, men katanya grup koas ini jauh lebih menentukan dibanding urutan stasemu atau apapun karna kamu bakalan ngehabisin ratusan harimu bareng orang-orang itu aja dan sekalinya kamu dapat yang ga klop : Welcome to the T-rex jungle. Koas berasa ada di tengah hutan yang ga bisa di waze/google map, ga ada makanan, ga ada wifi dan ada T-rexnya : Jadi se-ga banget itu. Saat hari-H tau temen-temen grup koas yang kepikiran langsung "Oh oke ga ada yang ga banget sih. Beberapa ga kenal tapi kayaknya lumayan aja" 12 belas orang yang keliatannya normal dan baik-baik saja ini. Waktu itu belum ngerti kalo mereka  cuma keliatannya  demikian. Your "Dek Koas" for the next 21 months, yeay! Foto diatas diambil setelah pembekalan hari terakhir di RSUP Sardjito a.k.a masih jaim dan belum terpapar kehidupan koas yang....ugh. Gitulah....