*A quick post before sleep*
Love (Cinta, in bahasa) is
everyone’s favorite topic, currently.
Apalagi diumur berkepala dua di kalangan anak FK yang rata-rata pengen nikah
muda. Cinta dibahas di perpustakaan, di jalan, di ruang kuliah, di kantin, di
media sosial, di kafe; tak kurang tempatnya. Cinta atau lebih tepatnya, cerita
panjang mengenai pasangan dan perasaan. Apakah pasangan berarti perasaan dan vice versa? Pada sebagian kasus,
sayangnya tidak. Pasangan adalah pasangan (yang ada bisa tanpa perasaan sebagai
pemersatunya). But, nah. I won’t talk
about it now.
Kebetulan
sedang mencari buku radiologi untuk persiapan koskap (Yeah, like finally! I’m
starting my koass very soon) saat
pikiran soal apa yang sebenernya mau dituliskan di blog ini menjadi masalah.
Mungkin terlihat sepele tapi tulisan-tulisan ini dimaksudkan untuk memberi
manfaat dan bukan hanya untuk merayu-rayu, bermanja dengan hati dan kata saja.
Jadi ada baiknya hal-hal yang kurang relevan tidak sering-sering dijadikan
bahasan. So, let me start with : Why
didn’t I write about love.
I do enjoy love. Everything related to it, as well. Manusia
adalah mahluk yang sangat banyak merasai cinta dalam kehidupannya sehingga
cinta bukanlah hal yang mudah dihindari tetapi manusia dengan segala kemampuan
dan kondisi yang ia buat adalah mahluk yang
juga membuat hal ini menjadi tidak sederhana. Hanya sedikit dari kita
yang sedikit mengerti tentang ini (dan penulis pun belum tentu mengerti) dan
lebih sedikit lagi bagi mereka yang menganggap cinta hanya sekedar perasaan
yang tumbuh diantara muda-mudi saja. Anggapan yang tentu saja sayang sekali
karna cinta jauh melampui itu meskipun cinta antar pasangan (dengan bantuan hormon
reproduksi yang ada semenjak kita remaja) sulit untuk dinafikkan keindahannya. But hey, menulis mengenai sesuatu yang begitu luar biasa secara parsial (karena hanya memuat sebagian dari cinta) akan terkesan merendahkan sedangkan menulis secara total, hati ini belum kuat rasa-rasanya.
Lalu, apakah
cinta ada manfaatnya dan perlu dituliskan? Jelas, tetapi hanya ketika ia pada
tempat dan waktunya (meskipun waktu sering sekali menipu). Tapi bukan manfaat
namanya yang didatangkan apabila waktu dan pikiran hanya dicurahkan untuk
mengandai-andai merayu-rayu hati dalam kata dan angan mengenai cinta, mengenai
pasangan padahal diri sendiri berbuat sesuatupun tak ada.
Tujuan
penulisan posting-an ini pun bukanlah
bentuk kritik melainkan pengingat terhadap diri sendiri (self-reminder) karena penulis bukanlah jagoan-neon dalam masalah
ini. Tetapi sebagai manusia yang punya kehidupan (dan kebetulan cukup suka
menulis) blog ini akan dijadikan tempat bercerita yang mungkin akan memuat
selipan posting yang sifatnya pribadi and I hope you enjoy reading it as well.
So, why I didn’t write about love? I’ll give you the privilege to
conclude it yourself. Now let me write about maternal death and family
planning.
See ya!
Komentar
Posting Komentar