Titik
berbahaya dari runitinas yang mudah luput adalah, ia dapat membuat kecantikan
alami hal-hal disekitar kita tersamarkan. Kita terlalu sibuk dalam rutinitas
sehingga melupakan gambaran besar lingkungan kita. Contoh nyatanya adalah budaya
Baku bantu ini, sesuatu yang dalam waktu cukup lama tersamarkan dari mata karena
rutinitas.
Baku bantu
dapat diartikan secara mudah menjadi “saling bantu” dalam bahasa Indonesia.
Sebagai orang maluku, baku bantu jelas bukan hal baru dalam keseharian. Sealami
makan sagu, baku bantu juga merupakan produk budaya, kebiasaan, kearifan lokal.
Baku bantu adalah sesuatu yang sekental dan se-biasa papeda bagi orang maluku.
Baku bantu
adalah bentuk tenggang rasa yang diwujudnyatakan dalam perbuatan. Baku bantu dalam pelaksanaannya biasa dilakukan ketika
seseorang akan melakukan hajatan (sunatan, pernikahan, upacara kematian) dan
dalam baku bantu, bantuan akan diberikan baik berupa materi, tenaga bahkan
waktu. Baku bantu adalah budaya yang
merangkul secara tidak terbatas, lelaki dan perempuan, tua dan muda.
Sebagai bentuk
solidaritas, kebahagiaan yang dibagi dan diambil oleh semua. Layaknya semua
perayaan lain yang membawa kebahgiaan (pernikahan, akikahan) atau bahkan yang
membawa duka (tahlilan) semua dibagi. Baku bantu adalah ide meringankan beban
dengan membaginya, realisasi kearifan lokalnya yang terkenal “Ale rasa beta
rasa”.
Undangan Daun
Undangan
baku bantu pun biasanya hanya datang dengan undangan verbal atau dengan cara yang
lebih unik, undangan daun (terdengar aneh mungkin bagi mereka yang tidak
terbiasa ketika melihat kealamian mengambil bentuknya). Undangan daun sendiri
biasanya dilakukan apabila yang diundang sedang tidak berada dirumah dan tidak
ada yang bisa dititipi pesan. Caranya sendiri
sangat sederhana, daun dipatahkan dan ditempatkan pada bagian depan
rumah (disela pintu, pagar, manapun) dan yang diundang biasanya akan
mengkonfirmasi kepada tetangga mengenai undangan tersebut.
Pada
beberapa daerah, baku bantu melampui level tenaga namun juga material. Meskipun
mungkin janggal bagi sebagian orang untuk membayangkan si empu pelaksana
kekurangan dana tapi memaksakan melaksanakan kegiatan hal itu sungguh terjadi
dan baku bantu mengambil posisi pentingnya disini, lewat patungan yang kadang
tak tanggung melibatkan orang sekampung.
Pelebur Sekat
Dalam
prosesnya baku bantu adalah pelenur sekat yang selama ini tanpa sadar dibangun,
mendekatkan mereka yang dijauhkan runititas. Baku bantu adalah bagian dari
identitas yang ada baiknya dipropagandakan dan mendapatkan banyak penggemar
dari kalangan anak muda demi keberlangsungannya.
Baku bantu
menggambarkan dengan gamblang kehidupan masyarakat kita, tentang tenggang rasa
yang sudah mendarah daging dan tidak dapat dipisahkan. Tentang kecantikan hidup
bersama yang sering kita lupakan dalam hingar-bingar kehidupan modern yang
serba individualis ini.
Sebagai
bagian dari kearifan lokal, baku bantu mengakrabkan orang dari berbagai
kalangan dengan tawa yang akrab, ditemani secangkir kopi halia dan babengka.
Baku adalah silaturahmi dalam tingkatan tertentu, adalah karakter orang Maluku,
semangat kolektif mereka dan sebagaimana sifat karakter, ia ada lebih karena
dibentuk dan bukan sekedar diwariskan.
Tergerus waktu
Sebagaimana
budaya pada umumnya, keindahan baku bantu juga mengalami tantangan dalam upaya
pelestariannya lewat perubahan kondisi sosial baik dimasa sekarang maupun masa
depan. Peningkatan jumlah kelas menengah dan kecepatan akses pada berbagai
media sosial secara tidak langsung telah menggeser paradigma anak muda mengenai
penghargaan terhadap budaya. Belakangan masyarakat banyak yang kemudian tergoda
untuk mempergunakan jasa Event Organizer
dalam pelaksaan berbagai hajatan mereka. Sehingga tidak heran, waktu mulai
menggerus baku bantu secara perlahan dari keseharian kita.
Pengenalan
budaya serta usaha untuk membangkitkan kebanggaan terhadap budaya tersebut
tentu dibutuhkan agar orang maluku tidak kehilangan begitu saja karakter dan
semangat kolektif yang seharusnya adalah kebanggaan mereka. Rasa kebanggaan
harus dibisikkan, dibicarakan, diteriakkan agar
jaman tidak menyapu habis satu lagi kebudayaan yang telah ada
bergenerasi-generasi ini.
Komentar
Posting Komentar